Pelangi di Kantor Part 1

Sherry Mistelle, nama yang cukup aneh bila tidak ada yang mengetahui artinya. Usianya 24 tahun dan tingginya sekitar 167 cm, dengan tubuh yang ramping Sherry termasuk berparas cantik dan berambut panjang bergelombang di ujungnya. Tidak bisa dipungkiri memiliki ibu yang berdarah Inggris-Jepang mengalir dalam dirinya, membuat semua orang selalu saja terpaku pada wajah polos manisnya. Sherry cukup pintar, dengan lulusan cum laude salah satu falkutas komunikasi yang terbesar di Jakarta tahun lalu. Setelah melalui proses interview yang cukup panjang, hari ini tanggal 1 Juni 20XX mulailah perjalanannya untuk bekerja pada salah satu perusahaan media yang cukup besar di bilangan Jakarta Selatan.

Rainbow Entertaiment Inc.

Gedung berlantai 30 menjulang tinggi di depan matanya, Sherry dengan mantap berdiri di depan gedung tersebut berkata dalam hati dia menginginkan hidup baru sebagai karyawan swasta yang bisa berkontribusi memberikan ide kreatif terhadap perusahaan Rainbow Ent.

“Hari pertama di kantor, semoga saja bisa gue lewati tanpa masalah.” kata Sherry memantapkan hatinya untuk masuk ke dalam gedung tersebut yang dijaga ketat oleh satpam dan bila ingin masuk ke dalam gedung dirinya harus memiliki ID card yang memang belum dimilikinya saat ini. Tentu proses yang sedikit ribet pikirnya karena ia harus menukarkan identitasnya demi kartu visitor gedung kantor.

Sherry melihat jam pada ponselnya, dan benar-benar kaget dirinya begitu mengetahui kalau tinggal beberapa menit lagi dia akan telat masuk kantor. “Astaga, hari pertama masa telat. Pak, makasih ID-nya.” sahutnya pada satpam di lobi kantor. Dengan segera Sherry bergegas lari melewati scan ID pintu masuk menuju lift yang dilihatnya akan segera tertutup.

“Tunggu, tahan liftnya.” teriaknya dengan cepat. Namun tanpa diduga Sherry tersandung dan tak bisa menahan berat tubuhnya ketika melewati pintu masuk lift tersebut.

Sherry dengan cepat menutup mata karena sudah membayangkan dirinya akan terjatuh mengenai kepala, dia tahu kalau dirinya akan terlihat bodoh didepan orang-orang yang tidak dikenalnya sama sekali. Ia menahan rasa sakit menunggu dirinya akan terantuk pegangan pinggir besi dalam lift, namun entah kenapa dia tidak merasakan apa pun setelah beberapa lama menutupi matanya.

“Udah selesai meluknya?”

Sherry membuka matanya pelan, kini dia terperanjat kaget ketika mendengar suara orang yang didepannya. Ternyata tanpa disengaja, Sherry terjatuh di pelukan seorang wanita muda berusia 30-an berambut model bob sebahu, wajahnya sangat cantik namun matanya membuat Sherry bergidik takut terpaku menatapnya.

Tanpa disadari, Sherry masih memeluk wanita muda tersebut, sementara orang-orang lain di lift menahan rasa geli menatap mereka berdua. “Eh, maaf. Maaf ya, saya nggak sengaja tadi kesandung.” Sherry menjelaskan, segera dia melepas pelukannya dan merasa cukup malu atas kejadian yang dialaminya. Namun, kebencian begitu tampak jelas di wajahnya yang judes. Baru saja hari pertama masuk, Sherry merasa kalau dirinya sudah membuat musuh baru dalam satu gedung dirinya bekerja. Ini benar-benar pertanda buruk baginya saat akan bekerja di perusahaan baru.

Dentingan bel lift membuka tutup hingga menyisakan hanya mereka berdua di dalam lift. Tanpa terasa ia tersadar kalau dirinya hanya bersama wanita yang berdiri di depannya, dan yang lebih mengagetkan lagi dirinya akan turun di lantai yang sama dengan wanita tersebut. Segala perasaan berkecamuk dalam diri Sherry karena memikirkan siapa sebenarnya wanita yang berdiri dengan tegas menyilangkan tangannya menatap pintu lift yang belum juga kunjung terbuka.

“Aduh, siapa sih wanita ini? Mudah-mudahan bukan atasan gue.” pikir Sherry merasa cemas dalam benaknya.

Sherry terus saja terpaku menatapnya, memperhatikan wanita cantik yang sepertinya pernah dilihatnya namun mungkin itu hanya perasaannya saja. “Astaga, ‘ga sopan banget sih gue ngeliatin terus ntar dikira stalker lagi.” gumam Sherry dalam hatinya.

“Ma-ma…”

TING, pintu lift tiba-tiba saja terbuka di lantai 25. Saat dirinya akan mengatakan terima kasih, wanita itu sudah melesat pergi keluar dari lift. Meninggalkan Sherry yang masih bengong saja di dalam lift, tersadar ketika pintu lift akan segera tertutup Sherry berusaha secepatnya menahan dengan kedua tangannya.

“Akh, kampret ampir aja ketutup. Ya ampun, telat lagi bilang terima kasih. Udah pergi kemana yaa tuh cewek?” gumamnya seraya melihat kiri kanan lorong hall kantor yang sepi dari peradaban manusia.

“Bodo amat deh, gue udah telat banget nih hari pertama kerja.” setelah memperhatikan jam pada ponselnya, Sherry secepatnya menuju kantor Rainbow Entertainment yang berada di ujung kanan lorong dari lift.

***

Memasuki kantor Rainbow Entertainment, Sherry disambut dengan ramah oleh resepsionis cantik yang berada di balik mejanya. “Selamat pagi, mau ketemu dengan siapa?” tanyanya dengan senyuman manis.

“Maaf mbak, saya mau ketemu dengan mbak Luisa.” jawab Sherry.

“Tunggu sebentar yaa, saya panggilkan. Silahkan duduk sebentar.” ujar mbak resepsionis cantik.

Sherry menuruti permintaannya dan duduk di sofa merah tak jauh dari meja resepsionis dengan manis bak seorang profesional. Hari ini dress attire yang digunakan olehnya cukup formal dengan dandanan yang tidak terlalu menor. Dia tahu self attitude sangat penting di dalam kantor.

Sherry menunggu dengan gelisah, menatap jam dinding yang terasa lambat berjalan. Ia memperhatikan sekeliling dekorasi vintage depan kantornya, beberapa minggu lalu dirinya berada di tempat yang sama ketika akan melamar di kantor ini. Sherry memikirkan hari-harinya akan seperti apa di dalam kantor, berharap tidak akan dapat masalah yang berarti namun harapan itu akan sia-sia setelah apa yang akan dihadapinya nanti.

“Baik Bu, akan segera saya antarkan.” gumam resepsionis cantik seraya menutup gagang teleponnya.

Sherry bersiap berdiri setelah mendengar resepsionis tadi menutup teleponnya, “Mari saya antarkan,” ajak resepsionis tersebut setelah berdiri dan mengantarkan Sherry menuju ruangan atasannya.

Sherry memperhatikan situasi kantornya yang cukup sibuk dengan orang-orang yang bekerja dengan serius ketika menyusuri masuk ke dalam ruangan. Kebisingan kantor tidak terlalu terasa seperti layaknya kantor media lain, namun tanpa adanya bilik-bilik kantor membuat Sherry dapat memperhatikan kesibukan para karyawannya. Sejauh mata memandang, Sherry baru menyadari kalau di dalam kantor ini tidak ada karyawan berjenis kelamin pria sama sekali. Bingung dan heran dengan situasi ini, Sherry berhenti sesaat di ujung pinggir ruangan. “Mungkin hari ini karyawan pria lagi sakit.” pikirnya dalam hati.

“Hey, saya gak punya waktu buat nganterin kamu.” teriak resepsionis tadi yang sudah berada sedikit jauh jaraknya dari Sherry berdiri. Bergegas Sherry mengejarnya mengikuti resepsionis tadi dengan segera.

“Ma-maaf, maaf mbak. Saya lagi merhatiin suasana kantornya, tapi kenapa karyawan pria-nya ga ada sama sekali ya mbak?” tanyanya tak bisa menahan rasa penasarannya.

“Oh soal itu, saya nggak berhak menjawab. Nanti pada waktunya kamu tahu sendiri alasannya.” jawaban resepsionis itu membuat Sherry sedikit bingung.

***

to be continue on part 2

Sherry, kerja di perusahaan yang karyawannya hampir semuanya wanita. Event ini terjadi pada saat dia baru saja diterima kerja. Mungkin bisa kalian tebak siapa wanita yang Sherry temui di lift. Bagi kalian yang bingung dengan cerita Raindrop Rye, itu hanya flashback yang seharusnya nanti diselipin di jalan cerita ini. Kenapa saya post duluan cerita itu, yaa supaya kalian tertarik aja baca lanjutannya nanti. LOL

Tinggalkan komentar