Raindrop Rye Part II

Kurasakan raut wajahnya menjadi marah, memang seharusnya aku tidak mengatakan hal yang bodoh dengan posisiku yang tak bisa melawan seperti ini karena sekarang kulihat hembusan napasnya semakin berat, dia duduk terdiam diatas perutku dengan kedua tangannya diatas rongga rusukku. Matanya tertuju padaku terus menatapiku dengan tajam, hal yang membuatku semakin takut dan ngeri untuk menatapnya balik. Kutelan ludah dalam-dalam dan berkata, “Maaf.”

“Sekali lagi gue dengar lo bilang kata-kata biadab. Oh, bukan nikmat lagi yang lo rasakan, tapi rasa sakit yang menjalar dari tubuh lo.”
Ancaman Rye membuatku membisu kembali, ketakutan melanda setiap jengkal tubuhku dan posisi seperti ini adalah ancaman buatku. Tentu saja, kesadisan Rye tak akan berhenti sampai disini saja tapi aku tak bisa terus terlihat bodoh seperti ini. Satu-satunya alat yang bisa melepasku dari sini adalah otak dan lidahku yang bisa bebas berkata-kata.

“Heh, jadi lo beneran lupa ya siapa yang lo temui dua hari sebelum kita kenalan? Memang sih mabuk itu bisa membuat orang tidak berpikiran jernih, lo memanfaatkan gue dan sekarang gue memanfaatkan lo dengan senang hati.” nada senang tersirat dari kata-katanya. Namun, hal yang membuatku kaget adalah perkataan yang mengatakan kalau waktu itu aku mabuk dan mencium dirinya secara tidak sadar.

“Mabuk? Gue benar-benar gak ingat, sumpah! Maaf kalau gue memperlakukan lo secara tidak adil, jadi gue mohon lepasin. Kita bisa bicarakan ini baik-baik kan?” kataku memohon dengan mata berbinar.

“Kalau saja aku bisa memelukmu dengan erat…,” kataku meyakinkan kalau aku bukanlah ancaman baginya.

“Melepasmu? Gak salah? Gue itu tahu banget siapa diri lo, yang ada gue bisa mati di tangan lo! Bahkan salah satu tangan lo aja lepas, sudah pasti lo ga akan ragu-ragu memukul gue,” katanya menjelaskan. Memang benar, dia tidak salah. Salah satu tangan ini lepas, bukan pelukan yang terjadi tapi akan kuhajar dirinya dengan tonjokkan maut sampai babak belur wajahnya. Ya, tidak percuma punya black belt tae-kwon-do, bisa kuhajar dirinya dengan cepat.

“Sialan, jadi lo udah tahu background diri gue ya? Kenapa? Jadi lo takut menghadapi gue?” kataku serta senyum sinis kulontarkan saat melihat matanya, entah kenapa kata-kata mengintimidasi dan sarkastik yang keluar dari mulutku.

“Takut? Hahaha, kayaknya lo belum belajar sama posisi lo yang sekarang ya?”
“Gue tahu akal bulus lo gak akan mempan terhadap gue, makanya gue gak akan berbuat hal yang bodoh sampai gue harus melepas ikatan lo. Sekarang udah cukup basa-basi-nya, dari tadi ngemeng melulu. Pemirsa pasti bosan lihat kita nggak ngapa-ngapain,” ujarnya yang langsung diikuti dengan gerakan mengambil toples madu yang tadinya ditaruh di meja sebelah tempat tidurnya. Dan di momen seperti ini dengan sekejap kulihat masih ada cangkir teh yang tadi membuatku tertidur.

“Lo tahu madu ini buat apa?”

“Buat dimakanlah. Buat di-apa-in lagi emangnya?” ketusku dengan sinis dan masih tidak mengerti mau apa dia bawa-bawa madu segala.

Kulihat dia membuka toples madu itu secara perlahan sambil terus menatap mataku penuh intimidasi, hal yang semakin membuatku bergidik takut adalah ketika dirinya membuka handuk yang dikenakannya dan membuatku harus menatap payudaranya yang cukup besar. Semakin horror saja situasi yang kualami saat ini, aku benar-benar bingung dengan apa yang akan dilakukannya.

Terpaku dengan keadaan seperti ini, tak kusangka wanita yang baru beberapa bulan kukenal ini tega melakukan hal yang seperti ini padaku.

“Rye, hentikan semua ini. Kita sama-sama cewek, apa lo nggak merasa jijik?” kataku mengingatkan kalau kita sama-sama memiliki payudara dan sama kodratnya sebagai perempuan.

“Kenapa enggak? Toh, waktu itu lo juga gak jijik kan mencium diri gue?” katanya seraya meneteskan sedikit demi sedikit madu yang ada di toplesnya di atas payudaraku dan seluruh dadaku. Aku sedikit bergidik dan terkejut dengan dinginnya madu tersebut.

“Waktu itu gue mabuk, mana gue inget orang yang gue cium. Gue juga ga inget kalau yang gue cium itu lo!”

Kuharap Rye mengerti penjelasanku, kulihat Rye tidak membalas perkataanku. Lalu, Rye menaruh toples madu itu kembali di mejanya setelah sebagian besar terbuang percuma di tubuh ini.
Aku semakin merasa geli dan bulu romaku berdiri mendapati perlakuan buruk seperti ini, mimpi buruk apa yang kualami semalam. Terbesit dalam pikiranku kalau memang pantas diriku menerima perlakuan ini, mungkin ini balasan yang “adil” dari Tuhan kalau diriku sudah memperlakukan teman-temanku secara tidak adil karena aku seorang egoistik maniak yang sering memperalat orang lain demi mencapai tujuan yang menguntungkan diriku.

***

Aku menggeliat geli merasakan Rye melakukan hal-hal yang aneh terhadapku, lidahnya bergerak liar di sekitaran payudaraku hingga ujung lingkar pentilku yang berwarna coklat muda, sekali-kali menghisap dan meremas keduanya, entah apa yang dia lakukan terhadap diriku. Semua pikiranku sedikit melayang ketika aku mencoba menahan rasa aneh ini, setelah Rye bermain-main cukup lama tubuh ini memanas dan berkeringat dengan deras seperti bunyi hujan yang sudah lama tidak kunjung reda. Usaha sekeras apa pun itu aku tidak tahan dengan perlakuannya, tidak lama aku mengeluarkan desahan kecil karena tubuh ini menahan rasa yang aneh. Jujur saja, air mata ini sudah ketiga kalinya mengalir karena wanita sialan ini.

“Hentikan,” kataku pelan.
“HENTIKAN SEMUA INI RYE, GUE GAK TAHAN SAMA PERLAKUAN LOE!” bentakku keras mencoba berontak dengan apa pun yang diperbuat dirinya.

Rye berhenti menjilati tubuhku dan kembali menatapi mataku dengan penuh godaan setelah memposisikan tubuhnya diatasku, tapi dia tidak berkata apa pun hanya melakukan tindakan lain yang membuatku kaget. Rye kembali mencium bibir mungil ini dan mencoba memasukkan lidahnya padaku, aku mencoba bertahan dan berusaha tidak membalas ciumannya hingga kurasakan ada sedikit rasa manis madu di bibirnya.

Aku berusaha menoleh dan dirinya masih menciumiku hingga sampai mencumbui leherku dan menghisapnya dengan kuat. Kurasakan payudara kami bertautan satu sama lain, dia menindihku mencoba merasakan hangatnya tubuhku sambil meremasi payudaraku. Detak jantungku semakin cepat kurasakan. Setelah beberapa saat Rye melanjutkan aksinya yang menjadi horror buatku, bisa kurasakan sekarang dengkulnya bermain-main di daerah intimku, Rye menekan-nekan dan menggosokkan vagina-ku dengan gerakan memutar menggunakan dengkulnya. Astaga, kepalaku semakin melayang saja dibuatnya, aku masih bertanya dalam hati kenapa hal ini harus kualami.

Rye tersenyum simpul ketika melihatku tidak dapat menahan perlakuannya, suara desahan itu tak ayal keluar begitu saja ketika dia berbuat hal itu. Tubuhku mengejang dan menggeliat kuat, ingin sekali kujambak rambutnya saat ini juga kalau saja tidak terikat seperti ini.
“Hehe, ternyata lo manis banget saat menggeliat gak tahan kayak gini. Padahal, ini belum masuk ke pertunjukkan utamanya loh,” ujarnya, Rye menggodaku dengan ujung-ujung jarinya yang bermain dari pipiku menuju leher menyelusuri payudaraku hingga pusar perutku. Dia menatapiku dengan penuh godaan dan berkata, “Selanjutnya, hal yang lebih enak lagi bakalan lo rasain. Jangan sungkan untuk teriak ya, gue pengen denger suara manis penuh nafsu dari lo.” kata-kata Rye yang menakutkan membuatku ingin teriak meminta tolong tapi malam ini siapa yang bisa menolongku di tengah hujan deras seperti ini. Percuma saja itu dilakukan, satu-satunya jalan selamat adalah pingsan atau tidak bernyawa sekalian.

Tatapan Rye masih penuh goda dan perlahan kulihat dirinya menciumi tubuhku secara zig-zag hingga turun ke bawah mencapai pusarku. Aku terperanjat ketika dirinya di bawahku mencoba melihat ke dalam bagian intim vagina-ku. Aku tercengang dengan apa yang akan dilakukan olehnya, Rye jelas menyiratkan muka bahagia seperti orang yang mendapatkan jackpot berhadiah istimewa ketika mencoba mengangkat kaki kiriku, membukanya lebar-lebar.

“Jangan, jangan lihat! HENTIKAN!” rontaku seraya berusaha menutup bagian intimku dengan kedua kakiku. Tapi usahaku sia-sia karena Rye kuat sekali menahan dengan tangannya, dia semakin penasaran dan ingin menggodaku dengan mencium bagian atas bulu halusku.

“Aarrrrgggggghhhhh,” teriakku dengan keras menuntut keadilan yang tidak kumiliki saat ini. “Rye, kumohon hentikan semua ini. Kumohon Rye jangan lakukan ini padaku! Kumohon…,” kata-kata permohonan ini sudah pasti tidak akan digubris sama sekali oleh Rye walaupun air mata ini sudah berlinang banyak memohon kebaikan Rye.

Rye melihatku dengan senyuman bahagia dan tiba-tiba dirinya tertawa lepas mempertanyakan apa yang baru saja kuminta, “Jangan lakukan apa maksudmu, sayang?”

“Apa lo nggak sadar kalau tubuh lo yang minta-minta diperlakukan seperti ini?” terang Rye memberikan penjelasan seraya menyentuh lubang intimku dengan jarinya yang membuatku sedikit kaget karena ini pertama kalinya seorang wanita menyentuh bagian itu bahkan tidak ada satu laki-laki pun yang menyentuhnya tanpa seijinku.

“Lihat ini…,” terang Rye seraya menunjukkan jarinya yang penuh dengan cairan kenikmatan yang kutahu sekarang kalau itu berasal dari dalam bagian intimku. Aku bergidik dan menoleh ke arah jendela kamarnya mencoba tidak menanggapinya karena perasaan ini semakin hancur berkeping-keping, karena sekarang aku tahu nasibku sudah jelas menjadi boneka mainannya.

***

Pasrah, kudengar tawa puas darinya, seperti pemburu yang akan segera memakan buruannya. Kata-katanya menjadi gema yang tidak jelas di kupingku, entahlah aku merasa pasrah dengan tubuh ini yang sudah lemas melawan nafsunya. Mungkin ini saatnya aku berhenti melawan dan menikmati saja permainannya, toh dirinya tidak akan sampai tega membunuhku karena kutahu Rye sangat ingin mendengar desahanku memanggil namanya dengan penuh nafsu juga.

Tapi, sebelum itu…

“Rye, gue pasrah dengan semua ini. Gue lelah melawan karena lo udah buat tubuh gue merasakan kenikmatan. Mungkin ini saatnya gue menuruti keinginan hati lo menjadi boneka yang bisa lo mainin sepuasnya,” kataku pasrah dan lemas dengan perlakuannya.

Rye terdiam kaget, kulihat matanya berbinar bahagia dan secepatnya dia mendekatkan wajahnya padaku, “Kamu serius?” perlahan ku-iya-kan dengan anggukan pertanda setuju.

Rye kembali tersenyum, dia mencium kening, pipi dan mencumbui bibirku dengan serta merta aku tidak melawannya tetapi membalas cumbuannya dengan penuh nafsu membara. Bisa kurasakan Rye benar-benar menjadi liar karena kebahagiaan yang dengan rela hati kuberikan padanya, padahal kalau saja Rye bisa mendengar kata-kata yang ada dalam otakku, dirinya akan kaget dengan segala makian dan benci karena kebejatan yang dilakukan wanita ini terhadapku.

Rye menatapku dan aku memberikan senyuman palsu padanya, dengan bahagia Rye mencumbui leherku mencoba membuatku semakin kehilangan diri penuh nafsu. Desahan-desahan kecil kudengarkan pada kupingnya, “Rye, aku haus dan lelah banget,” kataku dengan manja. “Kalau kita mau melakukan hal ini, kamu mau ‘kan memberiku sedikit air untuk minum?” tanyaku penuh harap ketika Rye menatapku.

“Apa sih yang enggak buat, sayangku?” jelasnya sambil membelaiku.

“Tunggu ya, aku ambil dulu.”

“Yang udah ada aja Rye sayang,” kataku manis sambil melirikkan mataku ke arah gelas disebelah toples madu yang ada di atas meja. Kulihat Rye tanpa berpikiran panjang mengambil cangkir gelas itu dengan segera dan berhati-hati menaruhnya pada ujung bibirku. Dengan cepat tanpa mempedulikan tumpahannya aku menelan sisa air teh yang ada dalam gelas tersebut. Glek-glek-glek, bunyi tertelan itu membuat Rye tersadar dengan apa yang diberikannya padaku, lalu secepatnya Rye menarik cangkir itu kembali.

“Anjrit, gue lupa! Lo udah nge-rencana-in ini dari awal yaa?” bentaknya seraya melempari cangkir itu jatuh ke lantai. Rye menyesali segala tindakannya memberikan setengah cangkir air teh yang sudah dingin kepadaku.

“FYI, lebih baik gue tidur tanpa harus merasakan apapun tindakan bejat lo.” kataku sambil tersenyum puas melihat kepanikan yang tersirat jelas di wajahnya. Dengan senyuman bahagia penuh kemenangan, aku larut dalam kegelapan yang semakin kurasakan saat gema kata-kata Rye memanggil-manggil namaku untuk tersadar semakin memudar namun segala upayanya sia-sia karena pikiran ini semakin hilang dari kesadaranku.

“Sherry… Sherry…”

to be continued…

Honestly, Rye just forgot who’s she dealing with. The plan crumbles and she lost her chances to “rape” her. Sorry to disappoint you guys but this is actually just a back story of what will be happening later. Just so you know, I post this story line to get you excited of what was this whole story was about, next chapter I’ll promise you to introduce the main protagonist on this story, and how is she end up trap in Rye apartment and her development as a character that is totally different from a nice looking girl. She was not what we think she is, that is the punchline.

Anyway, at least we knew now her name in “Aku” is Sherry. Yay for that!!

Tinggalkan komentar